I'm back again with my own story :3
maaf kalo jadi terpisah2 gini cerita nya, soalnya kan di kumpulin dulu di word baru di post ke sini xD
oya, ini chapter sebelum nya: Invisible Heart #1 : Invisible
atau liat semua kumpulan chapter nya di: Story : Invisible Heart
aku nge post cerita nya per-chapter ya xD kemarin itu yg chapter #1 : Invisible. sekarang yg ke #2 : His Family.
well, just enjoy it! thanks for read :)
Invisible Heart
Rasanya sudah 1 hari aku bertemu Sora.
Oh maksudku baru kemarin aku berkenalan dan bertemu Sora. Tapi dimana ia
sekarang?
“Meow..”
Zuri mengeong dan duduk di pangkuanku.
“Tak
apa Zuri, aku yakin Sora akan kembali kesini”
Aku
mengelus Zuri sebentar lalu menuangkan sarapannya. Aku pun bergegas mandi.
Setelah selesai, aku hendak mengeringkan rambut, tiba-tiba jendela terasku
terdengar ada yang mengetuk. Lalu aku segera membuka pintu teras,
berharap-harap Sora akan datang.
“Phew..
Sepertinya Sora tak akan datang” Aku menopang dagu, memandangi pemandangan
indah dari terasku.
“Hey,
aku sudah berjanji akan kembali, bukan?” Tiba-tiba sosok Sora muncul di
hadapanku.
Ia
melayang terbalik seperti spiderman, tepat di hadapanku.. Dan sangat dekat.
Spontan aku kaget dan mendorongnya hingga jatuh dari atas teras.
“Kyaaa!!”
BRUK!
Setelah aku mendorongnnya hingga
jatuh, tak terdengar suara apapun dari Sora.
“S-Sora!
Jangan membuatku cemas! Ayo bangun!” Teriakku dari atas. Sora hanya memejamkan
mata seperti orang pingsan, dan tiba-tiba menghilang begitu saja. Ada apa ini?!
Tak mungkin ia akan mati begitu saja. Ia adalah hantu!
“Soraa!
Kumohon kembali.. Maaf..” Tak sadar aku mengeluarkan air mata. Ah.. Maaf Sora..
“Aku
tak apa, jadi jangan menangis lagi” Sora tiba-tiba muncul sambil tersenyum,
lalu menghapuskan air mata di pipiku. Dia hanya main-main.. Tapi, aku sangat
cemas. Sora bodoh!
“Sora,
kau idiot!” Aku menjitak kepalanya.
“Ahaha,
maaf aku hanya bercanda!” Ia tertawa
“Hei,
ada apa ini? Kau sangat mencemaskanku?” Ia mendekat, menatapku dengan dalam,
dan kemudian tersenyum licik. Ada apa dengannya??!
“Ugh..
Sudahlah, ayo pergi ke rumahmu. Tujuan kita hari ini adalah itu kan??” Aku
memalingkan wajahku karena wajahku mulai memerah lagi dan tentu segera
mengganti topiknya.
“Hm,
baiklah!” Sora tersenyum lembut. Sora memang tampan. Aku membayangkan bagaimana
dan seperti apa keluarga Sora.
Kami
pun menaiki kereta menuju rumah Sora. Karena penuh, aku terpaksa berdiri. Sora
berdiri tepat disampingku. Namun karena Sora tak terlihat oleh orang lain
selain aku, aku harus bersikap normal seakan tak ada siapa-siapa disampingku.
Tiba-tiba kereta bergoyang dan.. BRUK! Aku terjatuh, tepat di pelukan Sora.
Ternyata Sora menangkapku agar tidak jatuh.
“Umm.. Sora.. Lepaskan” Aku
menatap Sora, terlihat ia sangat melindungiku.
“Diam
dan tenanglah” Sora tak melepaskan aku. Ia hanya tersenyum dan memejamkan mata.
Aku tak mengerti, Sora masih seperti manusia biasa. Tubuhnya pun masih hangat.
Tentu ia bukan mayat hidup. Ia hanya ‘invisible’.
Tunggu,
mayat hidup? Aku tangsung bergidik ngeri. Tiba-tiba Sora membuka matanya.
“A-ada
apa Yuri? Aku merasakan kau bergidik” Sora kebingungan.
“A-aku
takut.. Aku tiba-tiba membayangkan mayat hidup”
“Hei
sudahlah, tak ada yang perlu di takutkan. Aku ada disini” Ia mengelus rambutku.
Aku
tersenyum malu. Tak terasa kami sudah sampai. Kami turun dari kereta dan
berjalan menuju rumah Sora.
Aku
melihat rumah Sora dari kejauhan. Rumah Sora sangat besar, begitu juga
halamannya. Sora menunjuk ke arah kamarnya dilantai atas. Aku terkagum melihat
rumahnya yang indah itu.
“Nanti
ketika kau bertemu orangtuaku, tolong sampaikan perasaanku pada keluargaku.
Terutama adikku, Sota.” Sora lalu bercerita dan menyampaikan perasaannya. Aku
tersenyum senang bisa membantunya. Ia tampak sangat menyayangi keluarganya.
----------------
TOK TOK
TOK!
Aku
mengetuk pintu rumah Sora yang besar dan tinggi. Terdengar suara orang menyahut
dari dalam, melangkah ke arah pintu depan.
“Ya,
tunggu sebentar” Seseorang itu membuka pintu. Terlihat sesosok wanita cantik nan
anggun. Rambut lurusnya menjuntai hingga ke dada, ditambah bando nya yang
elegan. Beliau adalah ibu Sora. Sangat cantik seperti yang kubayangkan.
“Ada
yang bisa saya bantu?” Beliau tersenyum ramah. “Begini tante.. Umm.. Saya
adalah teman Sora” Seketika raut wajah ibu Sora berubah menjadi kaget dan
bingung.
“S-Sora?
Sora anakku?” Dengan harap-harap cemas beliau menunggu kata-kata dariku. “Ada
yang ingin aku bicarakan pada keluarga anda, tante” Sejenak beliau menghela
nafas panjang untuk mengatur dirinya. “Ehm, baiklah, silakan masuk, gadis
cantik” Ia tersenyum sangat manis. Tepat seperti Sora. Hati ku serasa ingin
meleleh melihat senyuman keluarga Sora ini.
Aku
melangkah kedalam rumah Sora yang megah dan mewah. Terlihat banyak sekali
barang antik yang tertata rapi di setiap sudut rumah ini. Kemudian aku duduk di
ruang tamu, hanya berdua dengan ibu Sora. Tentu nya Sora ada bersama ku,
mengamati kami berdua.
“Oh!
Kau belum memperkenalkan diri, sayang” Ibu Sora tertawa kecil. Aku lupa, aku
belum memperkenalkan diri. Sungguh perkenalan yang canggung.
“Ah,
maaf aku lupa. Perkenalkan, aku Yuri, teman Sora. Senang bertemu dengan anda,
tante” Aku membungkukan badan sedikit, tanda hormat. Ibu Sora balas membungkuk
untuk memberi hormat juga.
“Yuri,
kau sungguh cantik. Jika Sora melihatmu sekarang, ia pasti akan jatuh cinta
padamu. Kau mengagumkan” “Te-terimakasih atas pujiannya tante” Aku tersipu
malu. Apakah aku secantik itu?” Ia tertawa kecil, membayangkan reaksi Sora yang
akan gelagapan, salah tingkah dan raut wajah malu. Dan benar saja, ketika aku
melirik ke arah Sora, Sora sama dengan yang ibunya bayangkan. Sora tak berani
membalas tatapanku.
“Baiklah, apa yang akan kau
sampaikan?” Raut wajah ibu Sora menjadi antusias menunggu dan mendengarkan
pesan-pesan ku.
“Begini, sebenarnya Sora masih
hidup, tante..”
“A-apa maksudmu? Sora ku masih
hidup??” Matanya membulat kaget, dicampur dengan rasa penasaran yang luar biasa
yang bisa kurasakan.
“Ya, hanya saja ia sekarang tidak
terlihat. Ia masih manusia namun dengan wujud yang berbeda. Ia tak bisa
menyentuh dan berbicara kepada manusia normal, kecuali manusia itu sendiri yang
bisa melihat Sora. Namun ada sebuah keajaiban yang menolong Sora. Aku, adalah
orang yang bisa melihat Sora, sekaligus berkomunikasi dengannya.. Aku disini
datang sebagai perantara antara Sora dan keluarganya. Tante, sebenarnya Sora
sekarang ada disini, tepat di hadapanmu, sedang menatapmu..”
Mungkin itu terdengar menakutkan,
karena mau bagaimana pun, kesannya seperti ada hantu yang sedang memperhatikan
kita. Oh sudah cukup. Aku takut hal seperti itu. Seperti yang ku katakan, Sora
sedang duduk di kursi sebelahku, dihadapan ibunya. Ia sedang menatap rindu
ibunya.
“Jadi, maksudmu.. Sora sekarang
sedang mendengar dan melihatku? Melihat keluarganya?”
“Tepat sekali” Aku mengangguk dan
tersenyum.
“Oh.. Sora anakku..” Beliau
menangis bahagia, sambil menggenggam sebuah bingkai foto Sora. Ia berusaha
mencari tatapan anaknya yang menurutku akan sia-sia jika berusaha melihat Sora,
karena bagaimana pun, keadaan Sora sekarang telah berbeda. Sangat tak mungkin
bagi Sora untuk kembali ke keluarganya dan kehidupannya yang dulu.
Aku melihat Sora yang sedari tadi
terdiam. Mungkin ia merasa sedih dan rindu keluarganya. Sora hanya bisa pasrah
saat ini. Aku tak tega melihat keadaannya sekarang, aku akan berusaha sebaik
mungkin membuat Sora tak menyesali kehidupannya yang sekarang.
“Ada yang ingin kau sampaikan, Sora?”
Aku menatapnya sambil berbisik. “Ya..” Sora menunduk pasrah.
“Katakan pada ibuku.. Aku
menyayangi nya.. Aku menyesal telah banyak membuat ibuku terbebani, aku minta
maaf.. Aku sangat merindukan ibuku..” Sora menunduk. Tetes demi tetes air
matanya jatuh membasahi celana jeans nya.
“Sora berkata..” Aku memulai
pembicaraan lagi setelah beberapa saat terdiam dengan suasana tangisan keluarga
ini. Sambil menatap Sora, aku melanjutkan kata-kataku.
“Sora sangat menyayangi anda.. Ia
menyesal telah membuat banyak kesalahan yang membebani keluarganya.. Ia meminta
maaf dengan tulus, Sora sangat merindukan keluarganya..”
“Kami menyayangi mu lebih dari
apapun sayang..” Beliau menangis tersedu-sedu. Aku melangkah ke arah ibu Sora,
dan memeluknya. Hangat seperti Sora. Ibu Sora memelukku dengan erat, menuangkan
semua kesedihannya. Entah mengapa, air mataku ikut mengalir sedikit demi
sedikit.. Seakan aku bisa merasakan tangisan sedih dan bahagia di antara
keluarga ini.. Aku menangis, aku bisa merasakan bagaimana derita Sora dengan
keadaannya seperti ini..
“Ibu.. Mengapa ibu menangis?”
Tiba-tiba seorang anak kecil yang sedang menggenggam boneka Naruto nya datang,
mencemaskan ibunda nya yang sedang menangis. Ia tampak gemetaran.
“Oh Sota sayang, kemarilah” Lalu
ibunya memeluk hangat anak bungsunya. “Kakakmu Sora, Ia masih hidup nak” Seakan
tak percaya, raut muka anak manis itu berubah bingung dan penasaran. Ibunya
memberitahunya apa yang tadi aku katakan. Lalu aku menghapus air mata di
pipiku.
“Sota sayang, perkenalkan aku Yuri,
teman kakakmu. Senang bertemu denganmu. Kau sangat mirip dengan kakakmu” Aku
tersenyum manis dan mengelus kepala Sota.
“Senang bertemu dengan mu, kak Yuri..
Tapi bagaimana bisa aku percaya bahwa kakakku ada disini?” Sota gemetaran ingin
menangis.
Lalu sebuah ide mengalir ke
pikiranku. Aku berbisik memberitahu Sora apa yang harus ia lakukan. “Sota.. Kakakmu
ada disini, di samping ku.. Sekarang perhatikan rambutku” Aku senyum dan
menunjuk rambut ku.
Sota memperhatikan. Perlahan,
rambutku terangkat dengan sendirinya. Sota dan ibunya terbelalak tak percaya.
Aku telah memberitahu Sora untuk memperlihatkan keberadaannya dengan
menggerakan rambut ku. Sora lalu menurut dan mengangkat rambutku ke atas. Lalu
ia membetulkan rambutku yang awalnya menjuntai kedepan menutupi telingaku, ia
merapikannya ke belakang telingaku dengan perlahan dan rapi. Sepertinya sudah
cukup. Karena Jantungku berdetak jadi lebih kencang ketika Sora menggerak-gerak
kan rambutku.
“Lihat? Ia ada disini, Sora lah
yang menggerakan rambutku..” Aku tersenyum menatap keduanya. Lalu mereka
percaya dengan keberadaan Sora dan tersenyum senang.
“Sora bilang ia merindukanmu, Sota.
Ini adalah kenangan dari nya untuk kau simpan” Aku mengeluarkan gantungan kunci
matahari yang antik milik Sora dari tas mungil ku. Sota lalu menyambutnya dan
menggenggam barang tersebut dengan penuh rindu.
“Ibu percaya Sora ada disini. Oh,
Yuri, jika kau mau aku akan mempersilakanmu untuk masuk ke kamar Sora. Sora
pasti tak keberatan” Ibunya tersenyum ramah, menghapus air matanya, lalu
menunjukan kamar Sora yang berada di lantai atas.
“Apa? Tapi kamarku pasti
berantakan. Apalagi ada seorang gadis yang melihatnya. Bagaimana ini” Sora
panik gelagapan. Aku tertawa melihat tingkah nya.
“Ugh.. Baiklah..” Sora menghela
nafas dan mendengus kesal. Aku menjulurkan lidah, meledeknya. Sora hanya
tertawa.
-----------
Lalu kami melangkah ke lantai
atas. Terlihat pintu kamar Sora sudah terbuka lebar. Ketika aku hendak
melangkah ke dalam lingkungan Sora itu, Sora menahanku untuk tidak masuk.
“Tunggu. Biar aku periksa
terlebih dahulu” Ia memegang pundakku, menyuruh ku diam di depan kamarnya. Lalu
tak lama ia melangkah dan mempersilakan aku masuk kedalam. Aku melihat kamar Sora
yang tertata sangat rapi. Seperti desain
rumahnya, Interior kamar Sora juga sangat antik dan rapi. Aku berpikir, pasti
ibu Sora yang merapikan semua ini.
“Kamarmu sangat mengagumkan, Sora”
Aku masih ternganga dan melihat-lihat seisi ruangan tersebut. “Aku pun tak
menyangka kamarku akan seperti ini jadinya. Andai aku selalu merapikan kamarku.”
Sora tertawa. Ia lalu mengamati barang-barangnya.
Ketika sedang asik melihat-lihat,
tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah lukisan di dinding Sora. Lukisan itu
sangat indah. Dilukisan itu terdapat gambar gadis cantik tersenyum dengan
anggun. Sora lalu menyadari aku sedang memandangi lukisan itu. Dan tiba-tiba
saja Sora menarikku ke arah cermin tingginya yang berukuran sebesar badan nya,
lalu memegang lukisan tersebut di sampingku.
“Yuri, tersenyum lah” Aku mencoba
tersenyum.. Dan.. Lukisan itu.. Adalah lukisan diriku! Aku tak percaya ini,
gadis cantik nan anggun di lukisan itu adalah aku? Bagaimana bisa? Kami baru
saja saling kenal. Ini sangat kebetulan!
“Aku bermimpi melihat gadis ini
menyelamatkan takdirku. Lalu aku melukisnya dan berharap bertemu dengannya
lagi. Tak kusangka kau adalah mimpiku, Yuri.” Sora memandangi lukisan itu lalu
menata nya lagi ketempat asalnya.
Tiba-tiba pintu Sora terbuka. Sota.
Ia memandangiku dan tersenyum. “Hei kak Yuri, kau mirip dengan lukisan kakakku!”
Sota menyadari wajahku dan lukisan Sora, lalu menganga kaget.
Aku hanya tertawa kecil dan
tersipu malu. “Ini hanya kebetulan saja, haha” Aku mulai gugup.
“Apa kau kekasih kakakku?” Mata Sora
berbinar. Eeh? Tak mungkin, aku tertawa “Tentu bukan, Sota” Sota tertawa. Ia
sangat periang seperti Sora. Aku masih bingung mengapa Sota menanyakan hal
seperti itu kepadaku.
“Sst, hei Yuri” Tiba-tiba Sora
berbisik kepadaku
“Sampaikan padanya aku sudah
mempunyai orang yang ku sukai” Sora tersenyum licik. Pipiku tiba-tiba memerah.
Orang yang dia sukai? Tapi siapa?
“Sota, kakakmu bilang ia sedang
menyukai seseorang” “Oh? Aku tahu kau menyukai siapa, kak Sora” Sota tertawa
dan tersenyum licik. Hah? Kakak dan adik sama saja, mereka mempunyai raut wajah
licik yang lucu. Namun tetap saja itu senyum licik yang membuatku penasaran.
Tiba-tiba ibunda Sora memanggil Sota
untuk turun ke bawah. Dengan segera, Sota langsung turun ke bawah. Satu masalah
sudah selesai. Hanya tinggal ini, seseorang yang selalu membuat masalah dan
menggodaku. Hufft. Aku melirik Sora yang sedang tertawa-tawa.
“AHAHAHAHA! Yuri kau sangat
menggemaskan!” Sora tertawa. Apa yang lucu? Aku mendengus kesal dan cemberut. “Muka
mu memerah lagi! Apa yang sedang kau pikirkan, wahai Yuri-ku?” Sora menatap
licik dan mencubit pipiku.
“Ngomong-ngomong.. Terimakasih
banyak Yuri” Sora berganti raut wajah menjadi Sora yang cool dan lembut. Ia lalu menggenggam tanganku. “Tak masalah jika
kau senang” Aku membalas senyuman Sora.
“......” “Hei.. Sora?” Ketika aku melihat Sora, ia
sedang tertidur di atas pangkuanku. Manusia invisible
sepertinya juga butuh istirahat. Mungkin Sora lelah. Sora tertidur sangat
nyenyak. Bagaimana ini? Aku dan Sora masih berada di kamarnya. Kulirik jam
dinding antik milik Sora yang menggantung di dinding. Waktu menunjukan pukul 3
sore. Aku harus segera pulang, kalau tidak nenek pasti akan cemas.
“Sora.. Bangun..” Aku mengusap
kepala Sora sambil merapikan poni dan rambut Sora yang berantakan. Jika
diperhatikan, muka Sora ketika tidur sangat lucu dan menggemaskan. Aku masih
ingin melihat wajah tidurnya, tapi waktu sudah tidak mau berkompromi.
Lalu tiba-tiba Sora membuka mata
dan melihat ke atas, menatap ku dan tersenyum. Tatapan Sora berbeda. Jantungku
kembali berdetak kencang. “A-ada apa?” Aku gugup dan salah tingkah jika Sora
menatapku seperti itu. “Tak apa” Ia tertawa kecil lalu bangun dari pangkuanku.
“Oh! Sudah pukul berapa ini? Kau
harus pulang!” “......” “Ada apa??” “Sora. Baru saja aku ingin bilang seperti
itu.” Aku mendengus kesal. Sora hanya tetawa malu. “Baiklah, akan ku antar kau
pulang” Lalu Sora merapikan sedikit kamarnya. Kami turun ke bawah dan aku
berpamitan pulang pada ibu Sora.
Aku dan Sora pulang menaiki
kereta lagi. Beruntungnya sore ini aku mendapat tempat duduk yang kosong, dan Sora
pun bisa ikut duduk sementara sampai ada yang mengisi tempatnya. Kereta umum
yang biasa mengantar ke tempat-tempat dekat itu sore ini sangat kosong.
Sepertinya ini belum jam pulang orang-orang yang bekerja. Dan aku bisa leluasa
berbincang-bincang dengan Sora, selagi tak ada yang menyadari. Jika ada yang
menyadari, hancur sudah diriku. Aku bisa di kira sudah gila berbicara
sendirian.
“Hari ini adalah hari yang sangat
berarti bagimu, bukan?” Aku memulai percakapan agar tidak hening.
“Ya.. Aku sangat senang sekali.. “
Sora menatap jendela sambil tersenyum
“Jadi, bagaimana tidurmu tadi?” Aku
tertawa kecil
“Hah? Oh iya! Tidurku sangat
nyenyak, apalagi di atas pangkuanmu” Ia tertawa
“.....” Muka ku memerah tersipu.
Begitu Sora menyadari, ia juga tersipu. Suasana pun menjadi canggung.
“Oya.. Umm.. Ngomong-ngomong, soal
seseorang yang kau sukai, Sora.. Apa aku boleh tahu siapa itu?” Ada apa
denganku? Menanyakan hal konyol seperti itu?? Selama 16 tahun ini aku belum
pernah merasakan menyukai seseorang. Karena aku tak punya teman, aku jadi
kurang bisa mengekspresikan perasaanku. Tapi entah mengapa dengan Sora, aku
bisa.
“Kalau tentang itu, masih
rahasia!” Sora menempatkan telunjuknya di depan bibir, memberi tanda itu adalah
rahasia. Aku mengerti itu pasti adalah rahasia besar. Betapa bodohnya aku
menanyakan hal itu.
“Bagaimana denganmu?” Tanya Sora.
“De-dengan ku? “ “Yap, apakah ada orang yang sedang kau sukai?” Sora menatapku
penasaran.
“Se-sepertinya ada..” Aku gelagapan.
Ada? Aku tak merasakan apa-apa, mengapa spontan aku menjawab ada? Pikiranku
kacau. Tapi mungkin aku bisa menemukan siapa orang yang kusukai. Biarlah Sora
percaya bahwa aku sedang menyukai seseorang sekarang.
------------------
Kereta pun sampai di terminal.
Lalu aku dan Sora meneruskan pulang ke rumah dengan berjalan, seperti biasa.
Hari sudah mulai gelap, dan kami tepat waktu sampai dirumah. Sesampai nya
dirumah, Zuri menyambutku dengan mengeong manja.
“Aku pulang nek. Hai Zuri” “Meow”
aku mengelus-elus Zuri.
“Oh kau sudah pulang, Yuri” Nenek
tersenyum lalu kembali ke dapur menyelesaikan masakannya.
“Yah, ada beberapa kesibukan yang
aku alami hari ini” Aku melemparkan diriku ke atas sofa di ruang TV.
“Tak ada masalah apapun kan? Apa
cucu nenek ini tak takut pulang sendirian?” Nenek tertawa meledeki ku yang
tengah asyik tidur-tiduran di sofa.
“Ah, semua baik-baik saja. Nenek,
aku sudah besar, aku sedang belajar menjadi berani!” Aku mendengus kesal. Lalu
berjalan ke arah kulkas dan mengambil minuman dingin. Aku melihat Sora sedang
asyik bermain dengan Zuri di ruang TV, dan aku kembali duduk di sofa menikmati
minumanku.
“You’re so fluffy, Zuri” Sora tertawa kecil dan melanjutkan
mengelus-elus Zuri yang sedang bermanja-manjaan dengan Sora.
to be continued...
No comments:
Post a Comment