Invisible Heart #2 : His Family


I'm back again with my own story :3
maaf kalo jadi terpisah2 gini cerita nya, soalnya kan di kumpulin dulu di word baru di post ke sini xD

oya, ini chapter sebelum nya:   Invisible Heart #1 : Invisible
atau liat semua kumpulan chapter nya di: Story : Invisible Heart

aku nge post cerita nya per-chapter ya xD kemarin itu yg chapter #1 : Invisible. sekarang yg ke #2 : His Family.

well, just enjoy it! thanks for read :)


Invisible Heart

#2 : His Family



Rasanya sudah 1 hari aku bertemu Sora. Oh maksudku baru kemarin aku berkenalan dan bertemu Sora. Tapi dimana ia sekarang?
                
“Meow..” Zuri mengeong dan duduk di pangkuanku.                
“Tak apa Zuri, aku yakin Sora akan kembali kesini”
                
Aku mengelus Zuri sebentar lalu menuangkan sarapannya. Aku pun bergegas mandi. Setelah selesai, aku hendak mengeringkan rambut, tiba-tiba jendela terasku terdengar ada yang mengetuk. Lalu aku segera membuka pintu teras, berharap-harap Sora akan datang.
               
 “Phew.. Sepertinya Sora tak akan datang” Aku menopang dagu, memandangi pemandangan indah dari terasku.                
“Hey, aku sudah berjanji akan kembali, bukan?” Tiba-tiba sosok Sora muncul di hadapanku.
                
Ia melayang terbalik seperti spiderman, tepat di hadapanku.. Dan sangat dekat. Spontan aku kaget dan mendorongnya hingga jatuh dari atas teras.


            
 “Kyaaa!!” BRUK!
Setelah aku mendorongnnya hingga jatuh, tak terdengar suara apapun dari Sora.
               
 “S-Sora! Jangan membuatku cemas! Ayo bangun!” Teriakku dari atas. Sora hanya memejamkan mata seperti orang pingsan, dan tiba-tiba menghilang begitu saja. Ada apa ini?! Tak mungkin ia akan mati begitu saja. Ia adalah hantu!
               
 “Soraa! Kumohon kembali.. Maaf..” Tak sadar aku mengeluarkan air mata. Ah.. Maaf Sora..
                
“Aku tak apa, jadi jangan menangis lagi” Sora tiba-tiba muncul sambil tersenyum, lalu menghapuskan air mata di pipiku. Dia hanya main-main.. Tapi, aku sangat cemas. Sora bodoh!
               
 “Sora, kau idiot!” Aku menjitak kepalanya.               
 “Ahaha, maaf aku hanya bercanda!” Ia tertawa
               
 “Hei, ada apa ini? Kau sangat mencemaskanku?” Ia mendekat, menatapku dengan dalam, dan kemudian tersenyum licik. Ada apa dengannya??!
                
“Ugh.. Sudahlah, ayo pergi ke rumahmu. Tujuan kita hari ini adalah itu kan??” Aku memalingkan wajahku karena wajahku mulai memerah lagi dan tentu segera mengganti topiknya.
                
“Hm, baiklah!” Sora tersenyum lembut. Sora memang tampan. Aku membayangkan bagaimana dan seperti apa keluarga Sora.
                
Kami pun menaiki kereta menuju rumah Sora. Karena penuh, aku terpaksa berdiri. Sora berdiri tepat disampingku. Namun karena Sora tak terlihat oleh orang lain selain aku, aku harus bersikap normal seakan tak ada siapa-siapa disampingku. Tiba-tiba kereta bergoyang dan.. BRUK! Aku terjatuh, tepat di pelukan Sora. Ternyata Sora menangkapku agar tidak jatuh.

“Umm.. Sora.. Lepaskan” Aku menatap Sora, terlihat ia sangat melindungiku.          
  “Diam dan tenanglah” Sora tak melepaskan aku. Ia hanya tersenyum dan memejamkan mata. Aku tak mengerti, Sora masih seperti manusia biasa. Tubuhnya pun masih hangat. Tentu ia bukan mayat hidup. Ia hanya ‘invisible’.
             
   Tunggu, mayat hidup? Aku tangsung bergidik ngeri. Tiba-tiba Sora membuka matanya.
              
  “A-ada apa Yuri? Aku merasakan kau bergidik” Sora kebingungan.
  “A-aku takut.. Aku tiba-tiba membayangkan mayat hidup”             
   “Hei sudahlah, tak ada yang perlu di takutkan. Aku ada disini” Ia mengelus rambutku.             
   Aku tersenyum malu. Tak terasa kami sudah sampai. Kami turun dari kereta dan berjalan menuju rumah Sora.
             
   Aku melihat rumah Sora dari kejauhan. Rumah Sora sangat besar, begitu juga halamannya. Sora menunjuk ke arah kamarnya dilantai atas. Aku terkagum melihat rumahnya yang indah itu.
              
  “Nanti ketika kau bertemu orangtuaku, tolong sampaikan perasaanku pada keluargaku. Terutama adikku, Sota.” Sora lalu bercerita dan menyampaikan perasaannya. Aku tersenyum senang bisa membantunya. Ia tampak sangat menyayangi keluarganya.

----------------
                
TOK TOK TOK!
               
 Aku mengetuk pintu rumah Sora yang besar dan tinggi. Terdengar suara orang menyahut dari dalam, melangkah ke arah pintu depan.
                
“Ya, tunggu sebentar” Seseorang itu membuka pintu. Terlihat sesosok wanita cantik nan anggun. Rambut lurusnya menjuntai hingga ke dada, ditambah bando nya yang elegan. Beliau adalah ibu Sora. Sangat cantik seperti yang kubayangkan.
               
 “Ada yang bisa saya bantu?” Beliau tersenyum ramah. “Begini tante.. Umm.. Saya adalah teman Sora” Seketika raut wajah ibu Sora berubah menjadi kaget dan bingung.
              
  “S-Sora? Sora anakku?” Dengan harap-harap cemas beliau menunggu kata-kata dariku. “Ada yang ingin aku bicarakan pada keluarga anda, tante” Sejenak beliau menghela nafas panjang untuk mengatur dirinya. “Ehm, baiklah, silakan masuk, gadis cantik” Ia tersenyum sangat manis. Tepat seperti Sora. Hati ku serasa ingin meleleh melihat senyuman keluarga Sora ini.
               
 Aku melangkah kedalam rumah Sora yang megah dan mewah. Terlihat banyak sekali barang antik yang tertata rapi di setiap sudut rumah ini. Kemudian aku duduk di ruang tamu, hanya berdua dengan ibu Sora. Tentu nya Sora ada bersama ku, mengamati kami berdua.
               
 “Oh! Kau belum memperkenalkan diri, sayang” Ibu Sora tertawa kecil. Aku lupa, aku belum memperkenalkan diri. Sungguh perkenalan yang canggung.
                
“Ah, maaf aku lupa. Perkenalkan, aku Yuri, teman Sora. Senang bertemu dengan anda, tante” Aku membungkukan badan sedikit, tanda hormat. Ibu Sora balas membungkuk untuk memberi hormat juga.
                
“Yuri, kau sungguh cantik. Jika Sora melihatmu sekarang, ia pasti akan jatuh cinta padamu. Kau mengagumkan” “Te-terimakasih atas pujiannya tante” Aku tersipu malu. Apakah aku secantik itu?” Ia tertawa kecil, membayangkan reaksi Sora yang akan gelagapan, salah tingkah dan raut wajah malu. Dan benar saja, ketika aku melirik ke arah Sora, Sora sama dengan yang ibunya bayangkan. Sora tak berani membalas tatapanku. 

“Baiklah, apa yang akan kau sampaikan?” Raut wajah ibu Sora menjadi antusias menunggu dan mendengarkan pesan-pesan ku.
“Begini, sebenarnya Sora masih hidup, tante..”

“A-apa maksudmu? Sora ku masih hidup??” Matanya membulat kaget, dicampur dengan rasa penasaran yang luar biasa yang bisa kurasakan.

“Ya, hanya saja ia sekarang tidak terlihat. Ia masih manusia namun dengan wujud yang berbeda. Ia tak bisa menyentuh dan berbicara kepada manusia normal, kecuali manusia itu sendiri yang bisa melihat Sora. Namun ada sebuah keajaiban yang menolong Sora. Aku, adalah orang yang bisa melihat Sora, sekaligus berkomunikasi dengannya.. Aku disini datang sebagai perantara antara Sora dan keluarganya. Tante, sebenarnya Sora sekarang ada disini, tepat di hadapanmu, sedang menatapmu..” 

Mungkin itu terdengar menakutkan, karena mau bagaimana pun, kesannya seperti ada hantu yang sedang memperhatikan kita. Oh sudah cukup. Aku takut hal seperti itu. Seperti yang ku katakan, Sora sedang duduk di kursi sebelahku, dihadapan ibunya. Ia sedang menatap rindu ibunya.

“Jadi, maksudmu.. Sora sekarang sedang mendengar dan melihatku? Melihat keluarganya?”
“Tepat sekali” Aku mengangguk dan tersenyum.

“Oh.. Sora anakku..” Beliau menangis bahagia, sambil menggenggam sebuah bingkai foto Sora. Ia berusaha mencari tatapan anaknya yang menurutku akan sia-sia jika berusaha melihat Sora, karena bagaimana pun, keadaan Sora sekarang telah berbeda. Sangat tak mungkin bagi Sora untuk kembali ke keluarganya dan kehidupannya yang dulu.

Aku melihat Sora yang sedari tadi terdiam. Mungkin ia merasa sedih dan rindu keluarganya. Sora hanya bisa pasrah saat ini. Aku tak tega melihat keadaannya sekarang, aku akan berusaha sebaik mungkin membuat Sora tak menyesali kehidupannya yang sekarang.

“Ada yang ingin kau sampaikan, Sora?” Aku menatapnya sambil berbisik. “Ya..” Sora menunduk pasrah.

“Katakan pada ibuku.. Aku menyayangi nya.. Aku menyesal telah banyak membuat ibuku terbebani, aku minta maaf.. Aku sangat merindukan ibuku..” Sora menunduk. Tetes demi tetes air matanya jatuh membasahi celana jeans nya.

“Sora berkata..” Aku memulai pembicaraan lagi setelah beberapa saat terdiam dengan suasana tangisan keluarga ini. Sambil menatap Sora, aku melanjutkan kata-kataku.

“Sora sangat menyayangi anda.. Ia menyesal telah membuat banyak kesalahan yang membebani keluarganya.. Ia meminta maaf dengan tulus, Sora sangat merindukan keluarganya..”

“Kami menyayangi mu lebih dari apapun sayang..” Beliau menangis tersedu-sedu. Aku melangkah ke arah ibu Sora, dan memeluknya. Hangat seperti Sora. Ibu Sora memelukku dengan erat, menuangkan semua kesedihannya. Entah mengapa, air mataku ikut mengalir sedikit demi sedikit.. Seakan aku bisa merasakan tangisan sedih dan bahagia di antara keluarga ini.. Aku menangis, aku bisa merasakan bagaimana derita Sora dengan keadaannya seperti ini..

“Ibu.. Mengapa ibu menangis?” Tiba-tiba seorang anak kecil yang sedang menggenggam boneka Naruto nya datang, mencemaskan ibunda nya yang sedang menangis. Ia tampak gemetaran.

“Oh Sota sayang, kemarilah” Lalu ibunya memeluk hangat anak bungsunya. “Kakakmu Sora, Ia masih hidup nak” Seakan tak percaya, raut muka anak manis itu berubah bingung dan penasaran. Ibunya memberitahunya apa yang tadi aku katakan. Lalu aku menghapus air mata di pipiku.

“Sota sayang, perkenalkan aku Yuri, teman kakakmu. Senang bertemu denganmu. Kau sangat mirip dengan kakakmu” Aku tersenyum manis dan mengelus kepala Sota.

“Senang bertemu dengan mu, kak Yuri.. Tapi bagaimana bisa aku percaya bahwa kakakku ada disini?” Sota gemetaran ingin menangis.

Lalu sebuah ide mengalir ke pikiranku. Aku berbisik memberitahu Sora apa yang harus ia lakukan. “Sota.. Kakakmu ada disini, di samping ku.. Sekarang perhatikan rambutku” Aku senyum dan menunjuk rambut ku.

Sota memperhatikan. Perlahan, rambutku terangkat dengan sendirinya. Sota dan ibunya terbelalak tak percaya. Aku telah memberitahu Sora untuk memperlihatkan keberadaannya dengan menggerakan rambut ku. Sora lalu menurut dan mengangkat rambutku ke atas. Lalu ia membetulkan rambutku yang awalnya menjuntai kedepan menutupi telingaku, ia merapikannya ke belakang telingaku dengan perlahan dan rapi. Sepertinya sudah cukup. Karena Jantungku berdetak jadi lebih kencang ketika Sora menggerak-gerak kan rambutku.

“Lihat? Ia ada disini, Sora lah yang menggerakan rambutku..” Aku tersenyum menatap keduanya. Lalu mereka percaya dengan keberadaan Sora dan tersenyum senang.

“Sora bilang ia merindukanmu, Sota. Ini adalah kenangan dari nya untuk kau simpan” Aku mengeluarkan gantungan kunci matahari yang antik milik Sora dari tas mungil ku. Sota lalu menyambutnya dan menggenggam barang tersebut dengan penuh rindu.

“Ibu percaya Sora ada disini. Oh, Yuri, jika kau mau aku akan mempersilakanmu untuk masuk ke kamar Sora. Sora pasti tak keberatan” Ibunya tersenyum ramah, menghapus air matanya, lalu menunjukan kamar Sora yang berada di lantai atas.

“Apa? Tapi kamarku pasti berantakan. Apalagi ada seorang gadis yang melihatnya. Bagaimana ini” Sora panik gelagapan. Aku tertawa melihat tingkah nya.

“Ugh.. Baiklah..” Sora menghela nafas dan mendengus kesal. Aku menjulurkan lidah, meledeknya. Sora hanya tertawa.

-----------

Lalu kami melangkah ke lantai atas. Terlihat pintu kamar Sora sudah terbuka lebar. Ketika aku hendak melangkah ke dalam lingkungan Sora itu, Sora menahanku untuk tidak masuk.

“Tunggu. Biar aku periksa terlebih dahulu” Ia memegang pundakku, menyuruh ku diam di depan kamarnya. Lalu tak lama ia melangkah dan mempersilakan aku masuk kedalam. Aku melihat kamar Sora yang tertata sangat rapi. Seperti  desain rumahnya, Interior kamar Sora juga sangat antik dan rapi. Aku berpikir, pasti ibu Sora yang merapikan semua ini.

“Kamarmu sangat mengagumkan, Sora” Aku masih ternganga dan melihat-lihat seisi ruangan tersebut. “Aku pun tak menyangka kamarku akan seperti ini jadinya. Andai aku selalu merapikan kamarku.” Sora tertawa. Ia lalu mengamati barang-barangnya.

Ketika sedang asik melihat-lihat, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah lukisan di dinding Sora. Lukisan itu sangat indah. Dilukisan itu terdapat gambar gadis cantik tersenyum dengan anggun. Sora lalu menyadari aku sedang memandangi lukisan itu. Dan tiba-tiba saja Sora menarikku ke arah cermin tingginya yang berukuran sebesar badan nya, lalu memegang lukisan tersebut di sampingku.

“Yuri, tersenyum lah” Aku mencoba tersenyum.. Dan.. Lukisan itu.. Adalah lukisan diriku! Aku tak percaya ini, gadis cantik nan anggun di lukisan itu adalah aku? Bagaimana bisa? Kami baru saja saling kenal. Ini sangat kebetulan!

“Aku bermimpi melihat gadis ini menyelamatkan takdirku. Lalu aku melukisnya dan berharap bertemu dengannya lagi. Tak kusangka kau adalah mimpiku, Yuri.” Sora memandangi lukisan itu lalu menata nya lagi ketempat asalnya.

Tiba-tiba pintu Sora terbuka. Sota. Ia memandangiku dan tersenyum. “Hei kak Yuri, kau mirip dengan lukisan kakakku!” Sota menyadari wajahku dan lukisan Sora, lalu menganga kaget.

Aku hanya tertawa kecil dan tersipu malu. “Ini hanya kebetulan saja, haha” Aku mulai gugup.

“Apa kau kekasih kakakku?” Mata Sora berbinar. Eeh? Tak mungkin, aku tertawa “Tentu bukan, Sota” Sota tertawa. Ia sangat periang seperti Sora. Aku masih bingung mengapa Sota menanyakan hal seperti itu kepadaku.

“Sst, hei Yuri” Tiba-tiba Sora berbisik kepadaku
“Sampaikan padanya aku sudah mempunyai orang yang ku sukai” Sora tersenyum licik. Pipiku tiba-tiba memerah. Orang yang dia sukai? Tapi siapa?

“Sota, kakakmu bilang ia sedang menyukai seseorang” “Oh? Aku tahu kau menyukai siapa, kak Sora” Sota tertawa dan tersenyum licik. Hah? Kakak dan adik sama saja, mereka mempunyai raut wajah licik yang lucu. Namun tetap saja itu senyum licik yang membuatku penasaran.

Tiba-tiba ibunda Sora memanggil Sota untuk turun ke bawah. Dengan segera, Sota langsung turun ke bawah. Satu masalah sudah selesai. Hanya tinggal ini, seseorang yang selalu membuat masalah dan menggodaku. Hufft. Aku melirik Sora yang sedang tertawa-tawa.

“AHAHAHAHA! Yuri kau sangat menggemaskan!” Sora tertawa. Apa yang lucu? Aku mendengus kesal dan cemberut. “Muka mu memerah lagi! Apa yang sedang kau pikirkan, wahai Yuri-ku?” Sora menatap licik dan mencubit pipiku.

“Ngomong-ngomong.. Terimakasih banyak Yuri” Sora berganti raut wajah menjadi Sora yang cool dan lembut. Ia lalu menggenggam tanganku. “Tak masalah jika kau senang” Aku membalas senyuman Sora.

“......”  “Hei.. Sora?” Ketika aku melihat Sora, ia sedang tertidur di atas pangkuanku. Manusia invisible sepertinya juga butuh istirahat. Mungkin Sora lelah. Sora tertidur sangat nyenyak. Bagaimana ini? Aku dan Sora masih berada di kamarnya. Kulirik jam dinding antik milik Sora yang menggantung di dinding. Waktu menunjukan pukul 3 sore. Aku harus segera pulang, kalau tidak nenek pasti akan cemas.

“Sora.. Bangun..” Aku mengusap kepala Sora sambil merapikan poni dan rambut Sora yang berantakan. Jika diperhatikan, muka Sora ketika tidur sangat lucu dan menggemaskan. Aku masih ingin melihat wajah tidurnya, tapi waktu sudah tidak mau berkompromi.

Lalu tiba-tiba Sora membuka mata dan melihat ke atas, menatap ku dan tersenyum. Tatapan Sora berbeda. Jantungku kembali berdetak kencang. “A-ada apa?” Aku gugup dan salah tingkah jika Sora menatapku seperti itu. “Tak apa” Ia tertawa kecil lalu bangun dari pangkuanku.

“Oh! Sudah pukul berapa ini? Kau harus pulang!” “......” “Ada apa??” “Sora. Baru saja aku ingin bilang seperti itu.” Aku mendengus kesal. Sora hanya tetawa malu. “Baiklah, akan ku antar kau pulang” Lalu Sora merapikan sedikit kamarnya. Kami turun ke bawah dan aku berpamitan pulang pada ibu Sora.

Aku dan Sora pulang menaiki kereta lagi. Beruntungnya sore ini aku mendapat tempat duduk yang kosong, dan Sora pun bisa ikut duduk sementara sampai ada yang mengisi tempatnya. Kereta umum yang biasa mengantar ke tempat-tempat dekat itu sore ini sangat kosong. Sepertinya ini belum jam pulang orang-orang yang bekerja. Dan aku bisa leluasa berbincang-bincang dengan Sora, selagi tak ada yang menyadari. Jika ada yang menyadari, hancur sudah diriku. Aku bisa di kira sudah gila berbicara sendirian.

“Hari ini adalah hari yang sangat berarti bagimu, bukan?” Aku memulai percakapan agar tidak hening.
“Ya.. Aku sangat senang sekali.. “ Sora menatap jendela sambil tersenyum
“Jadi, bagaimana tidurmu tadi?” Aku tertawa kecil
“Hah? Oh iya! Tidurku sangat nyenyak, apalagi di atas pangkuanmu” Ia tertawa

“.....” Muka ku memerah tersipu. Begitu Sora menyadari, ia juga tersipu. Suasana pun menjadi canggung.

“Oya.. Umm.. Ngomong-ngomong, soal seseorang yang kau sukai, Sora.. Apa aku boleh tahu siapa itu?” Ada apa denganku? Menanyakan hal konyol seperti itu?? Selama 16 tahun ini aku belum pernah merasakan menyukai seseorang. Karena aku tak punya teman, aku jadi kurang bisa mengekspresikan perasaanku. Tapi entah mengapa dengan Sora, aku bisa.

“Kalau tentang itu, masih rahasia!” Sora menempatkan telunjuknya di depan bibir, memberi tanda itu adalah rahasia. Aku mengerti itu pasti adalah rahasia besar. Betapa bodohnya aku menanyakan hal itu.

“Bagaimana denganmu?” Tanya Sora. “De-dengan ku? “ “Yap, apakah ada orang yang sedang kau sukai?” Sora menatapku penasaran.

“Se-sepertinya ada..” Aku gelagapan. Ada? Aku tak merasakan apa-apa, mengapa spontan aku menjawab ada? Pikiranku kacau. Tapi mungkin aku bisa menemukan siapa orang yang kusukai. Biarlah Sora percaya bahwa aku sedang menyukai seseorang sekarang.

------------------

Kereta pun sampai di terminal. Lalu aku dan Sora meneruskan pulang ke rumah dengan berjalan, seperti biasa. Hari sudah mulai gelap, dan kami tepat waktu sampai dirumah. Sesampai nya dirumah, Zuri menyambutku dengan mengeong manja.

“Aku pulang nek. Hai Zuri”  “Meow”  aku mengelus-elus Zuri.
“Oh kau sudah pulang, Yuri” Nenek tersenyum lalu kembali ke dapur menyelesaikan masakannya.
“Yah, ada beberapa kesibukan yang aku alami hari ini” Aku melemparkan diriku ke atas sofa di ruang TV.

“Tak ada masalah apapun kan? Apa cucu nenek ini tak takut pulang sendirian?” Nenek tertawa meledeki ku yang tengah asyik tidur-tiduran di sofa.

“Ah, semua baik-baik saja. Nenek, aku sudah besar, aku sedang belajar menjadi berani!” Aku mendengus kesal. Lalu berjalan ke arah kulkas dan mengambil minuman dingin. Aku melihat Sora sedang asyik bermain dengan Zuri di ruang TV, dan aku kembali duduk di sofa menikmati minumanku.

You’re so fluffy, Zuri” Sora tertawa kecil dan melanjutkan mengelus-elus Zuri yang sedang bermanja-manjaan dengan Sora.

Hari ini adalah hari yang sangat berharga bagi Sora, dan aku. Aku bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga. Aku jadi mengerti bagaimana keadaan dan perasaan Sora sekarang. Dan aku tahu, aku lah yang dapat merubah takdir Sora kedepannya. Aku berjanji akan mendampingi Sora menjalani takdirnya sebagai... Invisible man.

to be continued...

No comments: