Invisible Heart #5 : In the Lonely Day, I Met Glenn


Come baaacckk! Huaaa setelah sekian lama istirahat dari novelling yak.
chapter 5 nya udh keluar deh :3 udah lah ga usah basa basi lagi, langsung aja :P

Chapter sebelumnya : Invisible Heart #4 : Rin
Lengkapnya di : Story : Invisible Heart


Invisible Heart

#5 : In the Lonely Day, I Met Glenn


“Huh? Hujan lagi...” 

Aku membuka payungku dan jalan sendirian di tengah hujan, dengan tatapan dingin. Sudah beberapa hari ini aku menyendiri, menjauh dari hadapan Sora dan Rin. Entah mengapa tapi hati ku berkata ingin sendirian. Semenjak hari dimana Rin memberitahuku bahwa ia menyukai Sora, aku langsung menjaga jarak dari mereka berdua.

Aku pulang dan berbenah diri untuk tidur. “Banyak sekali tugas yang menumpuk hari ini” Aku memeluk bantalku dan menyalakan HP. Banyak sekali missed call dari Rin. Kemudian aku mematikan HP ku kembali dan memejamkan mata untuk tidur.

-----------

“Pagi Yuriii” Sora tiba-tiba muncul disaat aku sedang berjalan ke sekolah. Aku tak peduli dan pura-pura tak mendengarnya. “He-hei, Yuri...” Aku menundukan kepala dan jalan secepat yang ku bisa untuk menghindari Sora.

Sora tampak diam saja terpaku melihat aku meninggalkannya, dan aneh nya dia tak mengejarku lagi. Tiba-tiba hatiku terasa sakit kembali.

“Begitu ya... Aku mengerti apa yang kau mau, Yuri.” Bisik Sora dengan suara yang sangat rendah, menahan rasa sakit hatinya. Tatapan Sora sangat kosong dan putus asa. Kemudian ia pergi dan menghilang.


KRIINGGG!

Bel sekolah berdentang panjang, tanda sekolah sudah bubar. Aku masih membereskan mejaku. Dari sudut mataku, terlihat Rin sedang memperhatikanku, namun aku sengaja tak menatapnya. Rin terdengar menghela nafas kemudian pergi meninggalkan kelas.

Seusai membereskan mejaku, aku jalan melewati koridor menuju gerbang. Di koridor masih banyak anak-anak yang sedang mengobrol sepulang sekolah, dan tanpa aku sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikanku. Tak peduli, aku pun melanjutkan langkah ku untuk pulang.

Di tengah jalan ketika aku pulang, terdengar suara dari semak-semak. Aku menoleh ke arah suara itu, namun tak ada siapa-siapa disana. “Hm, mungkin perasaanku saja” Aku melanjutkan pulang kerumah sendirian.

“Yuri, ya..” Sahut seseorang dari balik semak-semak, memperhatikan Yuri yang perlahan menghilang ke kejauhan.

----------------

“Aku pulang nek”  “Selamat datang, sayang”

Aku membuka sepatuku dan masuk ke kamar untuk beristirahat. Tiba-tiba Zuri datang menghampiriku, dengan dengkuran nya yang khas. Aku mengangkat Zuri perlahan dan memangkunya.

“Kau tahu, Zuri? Sora sudah jarang mengunjungiku. Itu semua karena perbuatanku yang sangat dingin kepadanya..” Aku menghela nafas lalu melanjutkan berbicara “Kira-kira, sedang apa ya dia sekarang?” Aku lalu menatap ke arah jendelaku.

Di lain tempat, Sora sedang berbaring melayang, menatap ke arah bintang-bintang yang bersinar. “Sedingin apapun malam, kau selalu menerangiku bagai bintang-bintang di atas sana, Yuri..” Sora menghela nafas dan menatap bintang-bintang itu, sinar matanya yang menunjukan kesepian itu sangat jelas terpancar di antara sinar-sinar bintang yang berkilauan.

------------------

“Terimakasih sudah banyak membantu ya Yuri” Pak Guru mengelus kepalaku dan tersenyum ramah. Aku membalas senyumannya dan membungkuk, berpamitan untuk pulang. Hari ini aku ditugaskan membantu guru olahraga membereskan peralatan olahraga, karena hari ini adalah hari piketku. Kemudian aku berjalan ke arah lokerku untuk mengambil payung.

Aku membuka pintu lokerku, dan mendapati payungku tidak ada disana. Hujan hari ini sangat deras, dan tak mungkin aku pulang tanpa payung. Aku menatap jam dinding yang menunjukan pukul empat sore. “Bagaimana ini..” Aku menyenderkan punggungku ke arah lokerku, dan menghela nafas.

“Aku akan menunggu hujan reda..” Ujarku. Lalu aku berjalan ke arah koridor dan duduk di lantai koridor, menunggu hujan cepat reda. “Dingin..” Aku memeluk kaki ku dengan lenganku, untuk menghangatkan tubuh.

Kumpulan air-air yang berjatuhan dengan derasnya, tak henti-hentinya berhenti seakan tak membiarkanku pulang, dan yang kudapati adalah hari semakin sore dan gelap. Masih dengan posisiku menghangatkan tubuh, aku melihat bayang-bayang seseorang dari kejauhan. Siapakah itu?

Sosok itu semakin mendekatiku. Tampak jelas seseorang itu adalah seorang laki-laki sepantaranku, mengenakan seragam yang sama sepertiku, menggenggam payung yang melindunginya dari derasnya air hujan. Ia tampak seperti seorang anak orang kaya, bibirnya menunjukan lekukan hangat, ia tersenyum. Lalu sosok itu pun berhenti tepat di hadapanku, menatapku dalam-dalam.

“Gadis sepertimu harusnya sudah berada di rumah, menghangatkan diri dari dingin nya hujan deras seperti ini.” Lelaki itu menatapku. Aku membalas tatapan itu dengan bingung.

“Si..Siapa kau?” “Aku teman sekelasmu. Apa kau tidak mengenali teman-teman sekelasmu?” Mata nya terbelalak bingung. Aku menggelengkan kepala dan menatap ke bawah.

“Akan ku antar kau pulang, ayo.” Ia mengulurkan tangan ke arah ku. Aku mendongakan kepala ke arahnya, menatapnya bingung. Jika aku menolaknya, aku tak akan bisa pulang kerumah dan sepertinya akan menginap di sekolahku akibat hujan yang sangat deras. Seketika aku menatap kearah lorong koridor dan kelas-kelas. Sudah gelap. Aku, gadis penakut tak akan mungkin menginap di sekolah segelap ini. Aku bergidik melihat gelapnya lorong-lorong di koridor. Tanpa berpikir panjang, aku meraih uluran tangan laki-laki itu.

Ia tersenyum, lalu berjalan beriringan bersamaku, meninggalkan sekolah. Tiba-tiba angin yang kencang menerpa kami, dan dinginnya hujan di hari itu sangat menusuk hingga ke tulang-tulangku. Aku menggigil kedinginan. Tiba-tiba laki-laki itu mendaratkan jaketnya kearah pundakku. Aku menatapnya tak percaya.

“Kau pasti kedinginan” Tanpa menatapku, ia menebak-nebak apa yang kurasakan saat ini.
“A-anu.. Terimakasih..” Aku gugup dan melihat ke arah bawah.
“Glenn” Ucapnya. Aku menengok ke arah nya dengan bingung. “Panggil aku Glenn” Ia tersenyum ke arah ku. “Terimakasih Glenn..” Aku tersenyum.

Jaket nya terasa hangat menyelimutiku. Beberapa menit keadaan menjadi hening, dan tiba-tiba Glenn memecahkan keheningan.

“Kau.. Yuri. Benarkan?” Sekali lagi ia menebak dengan tepat. “Bagaimana kau tahu namaku?” Kemudian Glenn tertawa kecil “Sudah kubilang, kita teman sekelas..” Aku tertunduk malu. Benar, aku tak hafal dengan teman-teman sekelasku sendiri kecuali Rin seorang.

Di tengah langkah-langkah kami, tiba-tiba Glenn berhenti. Spontan aku pun ikut berhenti, karena jika terus berjalan, aku akan kehujanan. “Ada apa, Glenn?” Tanyaku.

“...” “Glenn?”

Kemudian Glenn berbalik menghadapku, dan tiba-tiba berkata..

“Aku sudah lama menyukaimu, Yuri. Mau kah kau jadian denganku?” Glenn menatapku dalam-dalam. Aku terpaku melihat tatapnnya. Terlihat dari mataku, telinga dan pipi Glenn memerah. Aku yakin ia sangat malu sekali menyatakan hal seperti itu. Tapi aku tak percaya, baru saja kami bertemu, tiba-tiba ada pernyataan yang mengagetkan seperti ini.

“Apa kau serius? Ki-kita baru bertemu kali ini, kan?” Aku berkata dengan gugup.

“Buat apa aku membohongi perasaanku sendiri?” Glenn tertawa kecil menghilangkan kegugupan nya.
Aku tertegun,  menunduk dengan tatapan merasa bersalah. “Maaf..”

Tiba-tiba Glenn berbalik menatapku lagi, berusaha mencari tahu apa maksud maafku, dan kemudian tersenyum. “Aku mengerti” Ia menepuk kepalaku.

“Lagipula, karena perasaanku ini tak terbalas, mau kah kau jadi sahabatku?” Glenn tertawa kecil kemudian berjalan melanjutkan perjalanan pulang. Aku kaget dan lari pontang-panting ke arah nya. “Ah! Tentu saja!” Aku masih memasang ekspresi tak percaya dan kagum. Glenn menatapku yang sedang salah tingkah akibat kata-katanya, lalu tersenyum tanpa sepengetahuanku.

----------

“Terimakasih sudah mengantarkanku hingga kedepan rumahku” Ujarku. “Tak apa, aku senang menolong orang, apalagi gadis cantik sepertimu” Ia tertawa.

“Ngomong-ngomong, di mana rumahmu?” Tanyaku. Glenn sempat terdiam sebentar, lalu berkata “Rumahku, jauh dari sini. Sebenarnya, dari taman di sebelah sana, arah rumahku sangat berbeda denganmu” Glenn menunjuk kearah taman di sudut belokan, kemudian aku terbelalak.

“Eeeh? I-itu sangat jauh!” Aku terpaku. Glenn tertawa kecil. “Tak apa, jika kau kesepian, aku siap hadir di sisimu sebagai sahabatmu” Glenn tersenyum lembut. Kemudian ia pergi meninggalkan rumahku, dan menghilang dari arah taman. Aku tersenyum. “Terimakasih, Glenn” Ujarku dalam hati. Lalu aku memasuki rumah.

Ketika hendak mengganti baju, aku baru menyadari jaket Glenn masih menyelimuti punggungku. Aku lupa mengembalikan ini! Lalu aku menghampiri mesin cuci dan memasukan baju-baju ku berserta jaket Glenn untuk di cuci.



----------------

Ku lihat Glenn sedang asik menyantap sandwich nya sendirian di kursi taman sekolah. Di jam istirahat makan siang seperti ini, memang jarang yang bermain di taman, karena semua orang tentu nya lebih memilih kantin daripada taman. Dengan jaket Glenn di genggamanku, aku menghampiri Glenn dan duduk di sampingnya.

“Hai Glenn!” Aku tersenyum lebar.
“UHUK!” Glenn tersedak karena kaget melihat aku duduk di sampingnya sambil tersenyum. “Kau mengagetkanku Yuri” Glenn mendengus kesal dan salah tingkah. Aku tertawa kecil dan menyerahkan jaket Glenn yang sudah ku cuci kemarin.

“Aku lupa membawa pulang jaketku kemarin, terimakasih Yuri, hehe” Glenn menyengir lebar. “Hmmm..” Glenn tiba-tiba mencium wangi jaketnya. “Wangi Yuri..” “Hei! Apa yang kau lakukan!” Aku cemberut dan meraih jaket Glenn. Glenn tertawa kecil. “Ahaha, maaf!”

“Pulang sekolah hari ini, apa kau mau pulang bersamaku lagi?” Tanya Glenn. “Tentu!” Jawabku. Kami pun jalan ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.

Jam pulang pun tiba. Aku dan Glenn pulang berdua sambil berbincang-bincang. “Kau tahu, aku baru pertama kali mempunyai sahabat yang tulus sepertimu, Glenn” Aku tersenyum ramah. Glenn balas tersenyum. “Tentu, apapun yang membuatmu senang, aku ikut senang”

Hari ini cuaca sangat cerah dan hangat, beda dari hari sebelumnya. Aku merasa sangat nyaman bersahabat dengan Glenn, walaupun aku tahu ia menyukaiku, tapi Glenn tahu diri dan tak berharap banyak dariku. Di tengah keceriaan kami, tiba-tiba mataku tertuju kearah taman tepat di belokan, seperti yang di tunjukan Glenn kemarin. Aku tiba-tiba terpaku dan tertegun, memberhentikan langkahku.

“Ada apa, Yuri?” Tanya Glenn. 
“.....” Aku masih terdiam. Glenn mengikuti arah tatapanku, namun seketika memancarkan ekspresi bingung dengan apa yang kulihat.

Aku melihat sesuatu yang mungkin Glenn tak dapat melihatnya. Ya, aku melihat Sora. Tapi bukan Sora saja, aku melihat Sora sedang berduaan dengan Rin. Mereka tampak sangat dekat dan akrab, terlihat dari senyuman mereka. Mereka tentu tidak melihatku, karena aku masih berada jauh dari taman itu.

Aku menahan sakit hatiku, mengepalkan tangan, dengan tatapan kosong. Glenn yang sedari tadi memperhatikanku, tampak mengerti dengan keadaan saat ini. Tak kuasa menahan diriku, aku lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu. “Yuri!”

Aku berlari secepat yang kubisa, menuju danau di belakang sekolah, tempat aku menyendiri dengan tenang. Aku duduk di pinggir danau, melemparkan batu ke arah danau yang tenang. “Ukh...” Air mataku tiba-tiba mengalir.

Dari belakang terdengar suara langkah orang berlari ke arah danau, Glenn. Glenn lari tergesa-gesa mengejar Yuri. “Huff.. Huff..” Ia menyandarkan tangan ke arah pohon, berhenti untuk mengatur nafas nya. Di depan matanya ia melihat Yuri sedang duduk termenung sendirian. Dengan perlahan Glenn menghampiri Yuri dan duduk di sampingnya.

“Yuri..” 
Glenn menyentuh pundakku dengan lembut. Aku menatapnya. Pipi ku masih basah bekas aku menangis. Glenn tiba-tiba menyentuh pipiku dengan jemari nya, lalu menghapus air mataku.

“Aku ingin cerita sesuatu kepadamu, Glenn” “Tentu” Glenn tersenyum dan siap mendengarkanku. Aku menghela nafas dan mulai berbicara.

“Aku memiliki teman yang.. Spesial. Ia tak bisa terlihat, dan hanya aku dan Rin yang bisa melihatnya”  “Rin? Rin teman sekelas kita?” Aku mengangguk.

“Dia tak terlihat akibat kutukan.. Dia sudah sangat dekat denganku, dan lama-lama aku mulai menyukainya..” Aku menyandarkan dagu ku ke lengan yang sedang memeluk kakiku.

“Hmm.. Kalau boleh tahu, siapakah nama orang itu?” Glenn bertanya penasaran.
“Sora.” Jawabku.
Tiba-tiba mata Glenn terbelalak. “Sora??” Ia bertanya sekali lagi. Aku mengangguk yakin. Glenn terdiam.
“Ada apa Glenn? Apa kau mengenali Sora?” Glenn dengan perlahan mengangguk.“Sora.. Adalah sahabatku waktu dulu..”

Seketika aku membelalak kaget. Sungguh dunia ini sangat sempit.  Glenn tertawa kecil. “Tak usah kaget seperti itu. Sekarang aku tahu mengapa kau menyukai Sora.”

“Maksudmu?”

“Ya, Sora sangat berperasaan dan ber karisma tinggi. Dulu di sekolah, ia di gemari banyak perempuan dan sangat baik. Mungkin bisa di bilang, ia mahkota sekolah. Namun..” Glenn berhenti sejenak dan melanjutkan kata-katanya. “Di hari itu, ia tiba-tiba menghilang. Semua orang sudah mencari nya ke segala tempat. Kami semua berpikir ia hilang dan sudah tiada..” Glenn bertatapan sedih.

“Sora masih hidup, Glenn” Aku menepuk pundak nya. “Aku sudah yakin Sora pasti masih hidup..” Glenn tersenyum. “Oh! Aku juga yakin Sora pasti kembali menyukaimu” Glenn tertawa.

Aku langsung salah tingkah. “Aku hanya ingin bilang, tolong jaga Sora. Suatu hari nanti pasti penyihir yang megutuk nya akan datang kembali.” Glenn mulai berkata dengan mimik serius, memandang ke langit.

Di lain tempat di waktu yang sama, Sora dan Rin sedang duduk berdampingan. “Hei Sora..” “Hmm?” “Kau tahu, aku mulai yakin dan sedang berusaha” Rin tersenyum. Sora menatap Rin bingung. “Berusaha untuk apa?” Rin lalu menatap Sora. “Berusaha mendapatkan mu tentunya.”

Sora kemudian terdiam. Ia merasa kurang nyaman jika bersama Rin tanpa Yuri. Namun ia senang memiliki teman lain selain Yuri. Sora kemudian tersenyum menatap Rin. Sore itu Rin dan Sora terlihat sangat akrab dan dekat, namun walaupun begitu, perasaan Sora tetap tertuju pada Yuri.

Tiba-tiba terasa sebuah tangan yang lembut menyentuh tangan Sora. Rin menggenggam erat tangan Sora. “Sora.. Bisa kah kau membawa ku terbang? Aku ingin sekali terbang bersamamu” Rin berharap dan menatap Sora. Namun Sora tak menatapnya. Tatapan Sora kosong dan seketika teringat Yuri. Ia sangat ingat hari pertama bertemu Yuri dan menggendongnya terbang. Spontan ia melepaskan tangan Rin dan langsung terbang meninggalkan Rin yang sedang terpaku kaget melihat Sora.

“Yuri.. Dimanakah kau..” Sora cemas dan mencari Yuri. Tiba-tiba ia melihat ke bawah, melihat Yuri sedang duduk dengan Glenn di tepi danau. Sora langsung turun ke bawah, menghampiri Yuri, tepat di hadapannya.


“Yuri..” 
Tiba-tiba suara yang tak asing lagi terdengar di hadapanku. Aku menoleh dan terbelalak melihat Sora di hadapanku. Tiba-tiba Sora mendekatiku dan memelukku. “Yuri, apa kau tak apa?” Suara Sora terdengar khawatir, ia tak peduli ada Glenn di samping ku.

“Aku mengkhawatirkanmu, Yuri” Sora tampak gemetaran. Aku tersenyum, lalu mengelus punggung Sora. “Aku tak apa, Sora.. Sungguh..” Sora lalu melepaskan pelukanku dan tersenyum menatapku.

Tiba-tiba mata Sora tertuju pada Glenn yang sedang menatap danau. Sora terbelalak kaget. Ia sangat mengenali sosok itu. Itu Glenn sahabatnya dulu. “G-Glenn?” Sora mendekati Glenn, memperhatikan sosok sahabatnya itu.

“Glenn, Sora sedang memperhatikanmu” Ujarku. Glenn tiba-tiba tersadar dari lamunan nya dan memperhatikan sekeliling mencari Sora. Sora tampak sedih, ia tahu ia tak akan terlihat oleh sahabatnya. “Sora?” Panggil Glenn. “Aku di sini” Bisik Sora, menunduk sedih. Kemudian mengangkat kepala nya dan tersenyum.

“Aku bisa menjadi perantara kalian” Ujarku. Sora dan Glenn menolehku, dan tersenyum senang.  “Ayo pulang.” Aku mengulurkan tangan ke arah Glenn dan Sora. Mereka meraih tanganku dan kami pun berjalan pulang.

“Kita berpisah di sini ya Yuri, Sora..” Glenn mencari-cari kemana ia harus menatap Sora. Lalu aku menuntun tatapannya ke samping kananku, tempat Sora berdiri. Sora tersenyum dan mengangguk, lalu aku menyampaikannya dengan anggukan kepada Glenn. Glenn tersenyum dan melambaikan tangan, berjalan ke arah rumahnya.

“Kau tahu, aku benar-benar merindukanmu, Yuri..” Ujar Sora. 

Aku menatapnya dalam-dalam, tak percaya dengan apa yang ia katakan. “Rindu sebagai teman,kan?” Muka ku memerah. Aku tak berani menatap Sora dan langsung berjalan ke arah rumah. 

Sora yang masih diam di belakangku, menggeleng kecil dan berkata dalam hati, “Rindu sebagai orang yang ku sukai.. Yuri..” Kata hati nya sangat pelan hingga Yuri tak dapat mendengarnya.

to be continued...

No comments: